cerita dibalik hijrah
Sabtu, 13 Mei 2017
Jumat, 02 Desember 2016
cerpen singkat
Karena mengungkapkan rindu bukan
bagian terpenting untuk seorang remaja yang merindukan seorang yang tak pantas
dirindukan, namun bagaimana jika yang kuridukan adalah diriku sendiri? Ana ahwa
man ahwa ana. Hei! Apa maksud perkataanmu ini?
Apakah kerinduan itu seperti
mahatari yang merindukan bulan, atau sebaliknya? Aku merindukan diriku. Namun
hal sebenarnya yang kurindukan itu adalah diri yang selalu mengingat Allah. Aku
ingin terus seperti itu, senantiasa didekatNya. Mengungkapkan rasa cinta dibawah
sajadah dan setiap waktu meski dalam keterbatasan sebagai seorang manusia
bergelimang dosa dan kelalaian.
“Sarah!”
Teriak seseorang menghentikan coretanku.
“You
must see it...” ia bentangkan sepucuk surat ke wajahku and its for me.
Cerita
macam apa ini? Aku belum siap.
“Tenang
okay, ini hanya surat pemberitahuan dan...”
“Dan
ungkapan secara tidak langsung seorang ikhwan yang pada dasarnya belum siap.”
Aku potong ucapannya dengan maksud memperjelas mengingat surat pertama kemarin.
Gadis
itu bergumam, tak sepatasnya aku memotong ucapannya.
“Afwan.
Jangan kamu yang baper, ini hanya surat yang masih penuh tanya. Dan apakah
pantas seorang yang bukan mahramnya begitu saja mengucap kerinduan? Kalimat
manis sebelum halal itu gak penting. Karena pasti syetan bahagia kepalang.”
“Baca
dulu.” Ia berubah ekpresi datar.
Karena
ada rasa penasaran, akhirnya kubuka surat yang entah dari lelaki muda seperti
apa.
Aku
tak meneruskan membaca. Sungguh manusia di dalam kerugian.
“Katakan
padanya, aku juga rindu.”
Gadis
itu keheranan.
“Aku
merindukan diriku sendiri.”
“Bagaimana
dengan surat ini?”
“Ambil
saja. Kau sebentar lagi ada kelas, bukan?”
Ia
mengangguk paham dengan situasiku.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumus
salam warahmatullah.”
Selesai...
inifiksi...
jangan baper ya..
doain bisa lanjut yg cerita bener2
Jumat, 16 September 2016
konsul
Assalamu'alaikum warahmatullah...
16 September 2016. Minggu kedua bertemu dosen PA (Pemimbing
Akademik). Kalau di masa sekolah orang tua kedua adalah guru, sekarang di
universitas, yaa dosen PA. Memang dosen PA yang bernama H. Muhammad Ali Nasrun
ini tak mengaitkan sesuai dengan mata kuliah yang kami lakukan. Tetapi secara
keseluruhan aku dapat kesimpulannya... teringat Fabiayyi aalaa irabbikumaa
tukadzdzibaan, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.. nah kan,
selalu ada di keseharian kita. Hanya manusia yang sombong, tak mau mensyukuri
nikmatnya.
Ya, selain niat. Yaitu menikmati apa yang sedang jalani,
disyukuri.... kesuksesan tak memandang kaya dan miskin. Tapi bagaimana kita
menikmatinya. Memang banyak godaan... seperti teman, materi kulaih, termasuk
hati. Tapi bagaimana caranya kita harus memanaj waktu dengan baik. Nah loh,
ingat pak Sukma Indra. Semua orang sebenarnya ditugaskan untuk memanaj
waktunya. Namun banyak juga yang menyia – nyiakannya. Apalagi masa muda seumur
kita ini. Rentan sekali. Kalau tak ada bekal agama susah ukh...
Pertemuan dengan niat selalu memberi kesan. Seperti pilihan
masuk prodi Ekonomi Islam. Banyak pengalaman dan pembelajaran baru yang aku
dapatkan. Harus semangat nih, ingat niat, Allah, dan orang tua bersusah payah
mencari uang menanggung biaya yang tak sedikit untukku dan adik – adikku di
kampung sana. Ingaaat. Kau anak rantau yang harus terus berhijrah. Ingat...
bapakmu bilang, Rasulullah saja menyuruh umatnya untuk berhijrah (fokus pada
kata merantau, maksudnya).
Next time, insyaAllah sharing again. Hehehe.
Thanks for reading....
wassalam
Kamis, 15 September 2016
Ar – Rahman? Yang artinya Maha Pengasih. Salah satu surah
menarik banyak orang. Termasuk aku sendiri. Diturunkan di Makiyyah surah ke –
55 dan terdiri dari 78 ayat. Dalam surah ini, menyampaikan tentang beberapa
nikmat Allah SWT yang dapat dirasakan di dunia. Fabiayyi aalaa irabbikumaa
tukadzdzibaan, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Ayat
tersebut diulang sebanyak 31 kali.
Surah ini, banyak pengaruhnya bagiku. Awal mengetahui surah
ini, dari perantara bapak. Ia selalu membacakannya dengan tartil usai sholat
subuh dilanjutkan dengan surah Al – Waqi’ah. Allahu akbar, aku merindukan suara
itu. I miss you so daddy.
Menyadarinya ketika berniat untuk hijrah. Allah memberiku
jalan lewat surah ini. Ya, awal Maret lalu. Dari situ, mulai membaca Ar –
Rahman usai sholat subuh, kadang juga setelah sholat fardhu yang lain. Semenjak
itu, surah ini menjadi surah favoritku. Tak berselang lama, rasanya masih kurang.
Akhirnya setiap hari aku membuat note bertuliskan “Everytime Allah. Everyday Ar
– Rahman. Freday Al – Kahf” yang terpajang di dinding kamar. Sekaligus sebagai
motivasi menghadapi UN.
Sekitar, satu atau dua bulan dibaca setiap hari, rasanya
masih ada yang kurang. Aku bertekad untuk menghafalkannya. Karena ayat yang
berulang dan memiliki banyak kesamaan, Alhamdulillah kurang dari seminggu.
Setiap kesempatan dimanapun kapan pun bisa membacanya tanpa memegang mushaf.
Salah satunya ketika berkendara.
Surah ini, surah pertama yang membuat aku menangis, sering
bahkan terisak mengucapnya rasanya SubhanAllah pengen nangis. Apalagi membaca
artinya dan membaca kalimat Fabiayyi aalaa irabbikumaa tukadzdzibaan. Rasanya
sesak, mengingat apa yang telah Allah berikan namun tidak kusyukuri. Surah ini menyadarkan
akan nikmat Allah yang diberikan kepada hambaNya.
Ar – Rahman, tenang hati ini. Banyak pelajaran yang
didapat. Surah ini memberi motivasi untuk kembali menghafal Al – Qur’an yang
aku lakukan ketika masa SMP. Melalui surah ini, banyak sesuatu positif yangku
dapat, ketentraman hati, ingat Allah Ta’ala.
Ada hal yang paling dirindukan dari surah ini yaitu ayah. Aku
merindukan Ar – Rahman dari bapak. Aku juga menangis merindukanmu, berharap kau
membacakan itu setiap subuh kita. Aku merindukan kau membacakannya dengan tenang
tanpa terputus – putus. Bapak, begitu besar harapan putri sulungmu ini.
Terima kasih, karena telah memperkenalkan aku dan adik –
adikku dengan surah ini. Terutama untuk aku sendiri. Terima kasih ya Rabb. And
I love you more dad!
Ukhti, akhti. Aku harap kisah ini bisa memotivasi kalian
juga. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Terima kasih sudah membaca.
bagian 1
Langganan:
Komentar (Atom)


